Keorganisasian DKGI
Keorganisasian Dewan Kehormatan Guru
Indonesia merupakan peraturan atau pedoman pelaksanaan yang dijabarkan dari
Anggaran Dasar (AD) PGRI BAB XVII pasal 30, dan Anggaran Rumah Tangga (ART)
PGRI BAB XXVI pasal 92 tentang Majelis Kehormatan Organisasi dan Kode Etik
profesi, dalam rangka penegakan disiplin etik guru.
Pasal 8
Syarat-Syarat Pengurus dan Anggota
Syarat-syarat yang wajib dipenuhi
oleh seseorang untuk dapat dipilih, diangkat, atau ditunjuk menjadi pengurus
atau anggota DKGI adalah guru dan tenaga kependidikan lainnya yang di yakini:
(1)
|
Beriman dan taqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
|
(2)
|
Berjiwa nasionalisme yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
|
(3)
|
Memiliki kepribadian yang dapat
diterima dan disegani serta memiliki kredibilitas profesi kependidikan yang
cukup tinggi.
|
(4)
|
Loyalitas yang tinggi terhadap
organisasi PGRI, peka terhadap perkembangan permasalahan yang muncul di
lingkungan kependidikan dan maupun kemasyarakatan.
|
(5)
|
Menguasai masalah Kependidikan,
guru dan tenaga kependidikan.
|
(6)
|
Bersih, jujur, adil, sabar,
terbuka dan berwibawa.
|
Pasal 9
Masa Jabatan Pengurus
(1)
|
Masa jabatan kepengurusan DKGI
sama dengan masa jabatan pengurus PGRI yaitu selama 5 tahun.
|
(2)
|
Masa jabatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat satu di atas segera berlaku setelah adanya pengesahan secara
keorganisasian dari Pengurus Besar PGRI, dan pengesahan kepengurusan dari
Pengurus PGRI yang ada pada daerah tersebut.
|
Pasal 10
Tugas dan Wewenang
Sesuai dengan AD PGRI BAB XVII pasal
30 ayat 2, dan ART PGRI BAB XXVI pasal 92, maka tugas dan fungsi DKGI adalah :
(1)
|
memberikan saran, pendapat, dan
pertimbangan tentang pelaksanaan, penegakan, pelanggaran disiplin organisasi
dan Kode Etik Guru Indonesia Indonesia kepada Badan Pimpinan organisasi yang
membentuknya tentang:
|
|
a.
|
pelaksanaan bimbingan, pengawasan,
penilaian dalam pelaksanaan disiplin organisasi serta Kode Etik Guru
Indonesia;
|
|
b.
|
pelaksanaan, penegakan, dan
pelanggaran disiplin organisasi yang terjadi di wilayah
kewenangannya;
|
|
c.
|
pelanggaran Kode Etik Guru
Indonesia yang dilakukan baik oleh pengurus maupun oleh anggota serta saran
dan pendapat tentang tindakan yang selayaknya dijatuhkan terhadap pelanggaran
kode etik tersebut;
|
|
d.
|
pelaksanaan dan cara penegakan
disiplin organisasi dan Kode Etik Guru Indonesia; dan,
|
|
e.
|
pembinaan hubungan dengan mitra
organisasi di bidang penegakan serta pelanggaran disiplin organisasi serta
Kode Etik Guru;
|
|
(2)
|
pelaksanaan tugas bimbingan,
pembinaan, penegakan disipin, hubungan dan pelaksanaan Kode Etik Guru
Indonesia sebagaiamana ayat-ayat di atas dilakukan bersama pengurus PGRI di
segenap perangkat serta jajaran di semua tingkatan;
|
|
(3)
|
pelaksanaan tugas penilaian dan
pengawasan pelaksanaan kode etik profesi sebagaimana ayat-ayat di atas
dilakukan melalui masing-masing DKGI di semua tingkatan organisasi.
|
Pasal 11
Pertanggung Jawaban
DKGI Pusat bertanggung jawab kepada
Pengurus Besar PGRI melalui Kongres dan Konpus PGRI; DKGI PGRI Provinsi dan
atau Kabupaten/kota bertanggung jawab kepada Pengurus PGRI Provinsi dan atau
Kabupaten/kota melalui Konprov/Konkerprov dan Konkab/Konkot dan atau
Konkerkab/Kot di Provinsi dan atau di Kabupaten/kota.
Pasal 12
Ketentuan Persidangan
DKGI pada waktu melaksanakan tugas
dan fungsinya terutama tugas penilaian dan pengawasan perlu menyelenggarakan
persidangan-persidangan dengan ketentuan sebagai berikut :
(1)
|
pelaksanaan persidangan DKGI akan
dianggap sah apabila dihadiri lebih dari satu per dua dari jumlah anggota;
|
(2)
|
waktu dan jumlah persidangan
tergantung kebutuhan, dan hasil dari seluruh persidangan akan menjadi laporan
pertanggungjawaban satu tahun satu kali dalam forum organisasi yang disebut
Konpus, konkerprov dan atau Konkerkab/kot PGRI, dan lima tahun sekali dalam
forum Kongres dan atau Konkab/kot PGRI;
|
(3)
|
DKGI dalam melaksanakan
persidangan harus bersifat tertutup, kecuali apabila dikehendaki lain, dan
ditentukan seluruhnya oleh DKGI itu sendiri;
|
(4)
|
ketua DKGI menjadi pimpinan
sidang, dan apabila berhalangan hadir maka penggantinya adalah wakil ketua,
dan apabila masih juga berhalangan maka persidangan sementara ditunda;
|
(5)
|
sekretarias bertanggung jawab atas
seluruh pencatatan dan pelaporan hasil sidang, apabila sekretaris berhalangan
bisa digantikan oleh anggota yang ditunjuk pimpinan sidang yang disepakati
anggota yang lainnya.
|
Pasal 13
Keputusan Persidanganan
(1)
|
Keputusan diambil atas dasar
musyawarah dan mufakat; dan apabila tidak tercapai maka pengambilan keputusan
diambil atas dasar perhitungan suara terbanyak.
|
(2)
|
Perhitungan suara dilakukan secara
bebas dan rahasia dari setiap anggota yang memiliki hak bicara atau hak
suara.
|
(3)
|
keputusan yang diambil harus
diteruskan ke Pengurus PGRI yang setingkat untuk segera ditindaklanjuti
seperlunya.
|
Pasal 14
Garis Hubungan Kerja
(1)
|
Garis hubungan kerja antara DKGI
pusat dengan Provinsi dan atau Kabupaten/kota adalah bersifat konsultatif,
pelaporan maupun pelimpahan wewenang penanganan masalah kasus pelanggaran
Kode Etik Guru Indonesia.
|
(2)
|
Garis hubungan kerja DKGI dengan
pengurus PB PGRI dan atau Perngurus PGRI Provinsi dan atau Kabupaten/kota
didasarkan bahwa DKGI adalah kelengkapan perangkat organisasi otonom yang
dibanggakan.
|
(3)
|
Keputusan DKGI harus mejadi
keputusan Pengurus PGRI, dan Pengurus PGRI harus melaksanakan keputusan DKGI
yang setingkat dengan pengurus PGRI.
|
(4)
|
Apabila DKGI mengadakan garis
hubungan kerja dengan pengurus PGRI yang lebih tinggi tingkatannya maka harus
melalui pengurus PGRI yang setingkat dengan DKGI tersebut.
|
Pasal 15
Adminstrasi dan Pendanaan
(1)
|
Administrasi DKGI dikelola oleh
sekretaris, dan tatalaksana perkantoran berpedoman/mengikuti dan ditunjang
oleh pengurus PGRI.
|
(2)
|
Pengelola sekretariat DKGI harus
bertanggung jawab atas jaminan kerahasiaan seluruh berkas-berkas persidangan
dan yang lainnya.
|
(3)
|
Pendanaan yang dibutuhkan untuk
kelancaran dalam menjalankan fungsi dan tugas DKGI menjadi tanggung jawab
pengurus PGRI.
|