Berikut saya kutipkan secara utuh Dewan
Kehormatan dan Prosedur Operasional Kode Etik
Guru Indonesia dari laman www.pgri.or.id.
DEWAN KEHORMATAN DAN PROSEDUR
OPERASIONAL KODE ETIK GURU INDONESIA
DEWAN
KEHORMATAN DAN PROSEDUR
OPERASIONAL KODE ETIK GURU INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
Dalam peraturan
ini yang dimaksud dengan:
(1)
|
Dewan
Kehormatan Guru Indonesia (DKGI) adalah perangkat kelengkapan organisasi
PGRI yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat,
pertimbangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan
etika profesi guru.
|
(2)
|
Peraturan tentang
Dewan Kehormatan Guru Indonesia adalah pedoman pokok dalam mengelola Dewan
Kehormatan Guru Indonesia, dalam hal penyelenggaraan tugas dan wewenang
bimbingan, pengawasan, dan penilaian Kode Etik Guru Indonesia.
|
(3)
|
Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
|
(4)
|
Tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
|
(5)
|
Penyelenggara
pendidikan adalah pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang
menyelenggarakan pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
|
(6)
|
Masyarakat
adalah kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian
dan peranan dalam bidang pendidikan.
|
(7)
|
Kode Etik
Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru
sebagai pedoman sikap perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai
pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara.
|
(8)
|
Penanganan
dan pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia, adalah pedoman pokok dalam
penanganan pelanggaran bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya terhadap
etika guru yang telah ditetapkan.
|
BAB II
KEORGANISASIAN
Pasal 2
Keorganisasian
DKGI
Keorganisasian
Dewan Kehormatan Guru Indonesia merupakan peraturan atau pedoman pelaksanaan
yang dijabarkan dari Anggaran Dasar (AD) PGRI BAB XVII pasal 30, dan Anggaran
Rumah Tangga (ART) PGRI BAB XXVI pasal 92 tentang Majelis Kehormatan Organisasi
dan Kode Etik profesi, dalam rangka penegakan disiplin etik guru.
Pasal 3
Tata Cara
Pembentukan
(1)
|
Dewan
Kehormatan Guru Indonesia berada di tingkat pusat, tingkat provinsi, dan
kabupaten/kota, yang di bentuk oleh badan pimpinan organisasi PGRI yang
bersangkutan.
|
|
(2)
|
Dewan
Kehormatan Guru Indonesia tingkat pusat di sebut sebagai
DKGI Pusat, pada tingkat Provinsi di sebut DGKI Provinsi, dan pada
Kabupaten/kota di sebut DKGI Kabupaten/Kota.
|
|
(3)
|
Pembentukan
DKGI hanya dibenarkan jika di daerah tersebut telah ada pengurus PGRI tingkat
Provinsi dan Kabupaten/kota : yang masing-masing disebut pengurus Provinsi
dan Kabupaten/kota.
|
|
(4)
|
Pembentukan
DKGI pusat dilakukan oleh Konfrensi pusat (Konpus) PGRI, sedangkan
pembentukan di provinsi dan Kabupaten/kota, masing-masing melalui
Konfrensi Kerja Provinsi dan atau Kabupaten/kota.
|
|
(5)
|
Untuk
kepentingan pertimbangan khusus dalam pengesahan organisasi
DKGI dimaksud dari pengurus besar PGRI sebagaimana dimaksud dalam
ayat 4 diatas, pengurus PGRI Propinsi dan atau Kabupaten/kota harus
mengirimkan informasi tentang :
|
|
a.
|
Data
organisasi dan anggota secara lengkap dan menyeluruh.
|
|
b.
|
Hal-hal lain
yang berkaitan dengan urgensi pembentukan DKGI dimaksud.
|
Pasal 4
Status
(1)
|
Status DKGI
adalah perangkat kelengkapan organisasi PGRI, sehingga
keputusannya merupakan keputusan pengurus PGRI.
|
(2)
|
Status DKGI
Pusat maupun Provinsi dan atau Kabupaten/Kota dalam organisasi PGRI adalah
sebagai badan otonom, dalam pengertian bahwa segala keputusannya yang diambil
tidak bisa dipengaruhi pengurus PGRI atau badan-badan yang lainnya.
|
(3)
|
Untuk
menjamin kenetralan sikap dan keputusan yang akan ditetapkan maka
penyelenggaraan tugas dan wewenangnya harus dilakukan secara terpisah dari
pengelolaan berbagai perangkat kelengkapan organisasi PGRI lainnya.
|
(4)
|
Pengelolaan
tugas dan wewenang DKGI harus terpisah dari tugas dan wewenang Pengurus Besar
PGRI dan begitupun selanjutnya sampai ke Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.
|
Pasal 5
Kedudukan
(1)
|
Kedudukan
DKGI pusat berada di tempat kedudukan Pengurus Besar PGRI dan begitupun di
tingkat Provinsi dan atau Kabupaten/kota.
|
(2)
|
Wilayah kerja
DKGI adalah wilayah kerja organisasi PGRI yang setingkat dengan tingkatan
dari organisasi PGRI di maksud.
|
(3)
|
Apabila
pengurus PGRI Provinsi belum terbentuk dan karena itu DKGI belum bisa
terbentuk maka tugas kerja daerah tersebut dijabat oleh pengurus daerah PGRI
terdekat, begitupun dengan PGRI Kabupaten/kota.
|
(4)
|
Fungsi dan
tugas DKGI di tingkat Cabang dan Ranting PGRI menjadi tanggung jawab Pengurus
PGRI Kabupaten/kota.
|
(5)
|
Pelimpahan
tugas sebagaimana disebut dalam ayat 3 di atas ditetapkan melaui Surat
Keputusan pengurus Besar PGRI khusus untuk PGRI Provinsi, dan dari pengurus
PGRI Provinsi untuk PGRI Kabupaten/kota.
|
Pasal 6
Susunan
Pengurus
(1)
|
Susunan
keanggotaan DKGI terdiri dari unsur Dewan Penasehat, Badan Pimpinan
Organisasi, Himpunan Profesi dan Keahlian Sejenis, dan yang lainnya sesuai
dengan keperluan.
|
(2)
|
Susunan
pengurus DKGI sekurang-kurangnya terdiri dari seorang ketua, seorang wakil
ketua, seorang sekretaris, seorang bendahara, dan 5 anggota dengan jumlah
seluruhnya paling banyak 10 orang untuk pusat, dan sebanyak-banyaknya 7 orang
untuk daerah.
|
(3)
|
Susunan
anggota DKGI terdiri dari unsur Dewan Pesehat, Badan Pimpinan Organisasi,
Himpunan Profesi dan keahlian Sejenis dan yang lainnya yang terdiri dari
latar belakang yang berbeda-beda baik profesi maupun pengalamannya misalnya
pendidikan, kebudayaan, kemasyarakatan dan lainnya.
|
(4)
|
Jika
diperlukan maka Keanggotaan DKGI bisa saja ditambah sebanyak 3 orang anggota
tidak tetap, yang penunjukkannya atas dasar keperluan terhadap keahlian
tertentu sesuai dengan kasus atau permasalahan yang ditangani.
|
(5)
|
Selama
menangani masalah, maka anggota DKGI tidak tetap sebagaimana ayat 4 di atas
pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan anggota tetap
lainnya.
|
(6)
|
Masa jabatan
anggota DKGI tidak tetap segera berakhir apabila masalah yang
ditangani sudah selesai berdasarkan berbagai sisi norma dan ketentuan yang
ada.
|
Pasal 7
Tata Cara
Penyusunan Pengurus dan Anggota
(1)
|
Ketua DKGI
Pusat dipilih melalui Konfrensi Pusat PGRI, dan ketua di Provinsi dan atau
Kabupaten/Kota melalui Konferensi Kerja PGRI Provinsi dan atau
Kabupaten/kota.
|
(2)
|
Ketua DKGI
terpilih selaku formatur tunggal dan atas dasar masukan dari pengurus PGRI
berkewajiban untuk segera menunjuk, mengangkat dan menetapkan sekertaris,
bendahara dan anggota secara lengkap.
|
(3)
|
Sebelum DKGI
menjalankan fungsi dan tugasnya maka ketua DKGI memberitahukan terlebih
dahulu kepada pengurus PGRI tentang susunan pengurus secara resmi dan
lengkap.
|
(4)
|
Penunjukkan,
pengangkatan dan pengesahan anggota DKGI tidak tetap dilakukan oleh ketua DKGI
atas musyawarah dengan pengurus dan konsultasi dengan pengurus PGRI.
|
(5)
|
Apabila salah
seorang anggota DKGI meninggal dunia atau mengundurkan diri atau karena suatu
hal diberhentikan sebagai anggota maka penggantiannya dilakukan oleh ketua
DKGI atas musyawarah seperti ayat tersebut di atas.
|
(6)
|
Pemberhentian
terhadap anggota DKGI hanya dilakukan apabila yang bersangkutan dinilai
melanggar aturan yang ditentukan dan tidak lagi sesuai dengan syarat-syarat
sebagai pengurus atau anggota DKGI.
Bersambung .................
|
Tidak ada komentar :
Posting Komentar