Meningkatkan mutu pengabdian profesi guru dan dan tenaga kependidikan lainnya dalam mempercepat tercapainya tujuan pembangunan nasional, khususnya program pembangunan pendidikan
Pasal 28
Kegiatan
Persidangan
(1)
|
Tata cara
persidangan DKGI di daerah harus sesuai dengan tata cara yang
ditentukan DKGI pusat; (tata cara ini akan diminta penjelasan dari
ketua LKBH PB PGRI).
|
(2)
|
Apabila
teradu menginginkan bantuan dan memanfaatkan jasa dari LKBH PGRI maka
LKBH PGRI tersebut harus memberitahukan kepada LKBH PGRI Propvinsi dan
LKBH PGRI Pusat.
|
(3)
|
Apabila
pengkajian telah selesai dilakukan maka sebelum diambil keputusan
hendaknya LKBH PGRI diberikan kesempatan mengemukakan pendapatnya
tentang kejadian yang sedang di kaji.
|
Pasal 29
Pengambilan
Keputusan
(1)
|
Tata cara
pengambilan keputusan dalam sidang-sidang DKGI Provinsi dan atau
Kabupaten/Kota harus sesuai dengan yang ditentukan DKGI pusat;
(ketentuan hal ini akan minta penjelasan dari ketua LKBH PB PGRI).
|
|
(2)
|
Keputusan
yang diambil oleh DKGI dalam penanganan pelanggaran Kode Etik Guru
Indonesia harus menyatakan dengan jelas bersalah atau tidak bersalah
bagi teradu.
|
|
(3)
|
Keputusan
sebagaimana ayat dua di atas harus dibedakan antara kesalahan ringan,
sedang, dan berat.
|
|
(4)
|
Penetapan
kategori kesalahan hendaknya didasarkan kepada kriteria sebagai berikut
:
|
|
a.
|
akibat
yang ditimbulkan terhadap kehormatan profesi; keselamatan guru dan
tenaga kependidikan lainnya;
|
|
b.
|
itikad
yang ditunjukan cukup baik pihak teradu dalam membantu menyelesaikan
persoalan dimaksud; serta dorongan yang mendasari tumbuhnya kejadian
yang bisa dipertimbangkan;
|
|
c.
|
kondisi
lingkungan yang dapat mempengaruhi tumbuhnya kejadian; serta pendapat
dan pandangan LKBH PGRI;
|
|
(5)
|
Apabila
kejadian yang dimaksud menyangkut pelanggaran hukum dan masalah
tersebut sedang dalam proses hukum, maka hendaknya keputusan DKGI
ditunda sampai dengan keputusan hukum tersebut.
|
|
(6)
|
DKGI harus
mampu mencegah tumbuhnya proses hukum di pengadilan dengan upaya
persidangan di DKGI tersebut.
|
Pasal 30
Pemberian
Sanksi
(1)
|
DKGI
merekomendasikan pemberian sanksi kepada badan pimpinan organisasi PGRI
yang setingkat dengan DKGI dan diteruskan kepada PB PGRI untuk
disampaikan kepada instansi pemerintah dan penyelenggara pendidikan
yang terkait.
|
(2)
|
Dalam hal
sanksi yang langsung berhubungan dengan keanggotaan pada PGRI, maka PB
PGRI dapat mencabut keanggotaan guru atau tenaga kependidikan tersebut
bila DKGI memutuskan demikian.
|
(3)
|
Sanksi
yang diberikan akan tergantung kepada berat dan ringannya kesalahan
yang dilakukan oleh pihak tertentu.
|
(4)
|
Sanksi
yang diberikan bisa berupa : (1) teguran; (2) peringatan tertulis; (3)
penundaan pemberian hak; (4) penurunan pangkat; dan (5) pemberhentian
dengan hormat; atau (6) pemberhentian tidak dengan hormat.
|
(5)
|
Kalau
keputusan oleh Instansi terkait berupa pemberhentian dengan hormat atau
tidak hormat maksudnya adalah dalam waktu sementara melalui waktu yang
telah ditentukan, dan pada masa ini diadakannya pembinaan dari pihak
DKGI.
|
(6)
|
Apabila
selama waktu pemberhentain sementara, tidak terjadi
perbaikan-perbaikan, maka akan ditetapkan pemecatan dan pemberhentian
dari anggota/pengurus PGRI, yang diikuti dengan penyampaian rekomendasi
kepada Instansi Departemen Pendidikan Nasional untuk diadakan tindakan
seperlunya.
|
(7)
|
Keputusan
tentang pemecatan dan pemberhentian tetap dikirimkan kepada pengurus
PGRI/DKGI PGRI Provinsi maupun PB PGRI.
|
Pasal 31
Banding
(1)
|
Apabila
kedua belah pihak antara pengadu dan teradu merasa tidak puas atas
keputusan yang telah ditetapkan DKGI, maka keduanya bisa menyatakan
untuk mengajukan naik banding.
|
(2)
|
Naik
banding sebagaimana ayat satu di atas merupakan tahap awal yang harus
ditujukan kepada DKGI PGRI Provinsi, begitu pula selanjutnya bisa naik
banding tahap yang kedua yang ditujukan ke tingkat DKGI Pusat.
|
(3)
|
Tata cara
pengakajian dan pengambilan keputusan pada pelaksanaan sidang-sidang
pada dasarnya sama antara DKGI PGRI Provinsi dan atau Kabupaten/kota
dengan di pusat.
|
(4)
|
Keputusan
yang diambil DKGI Pusat pada dasarnya merupakan keputusan final dan
mengikat yang tidak bisa diganggu gugat, kecuali datangnya keputusan
lain melalui Kongres PGRI.
|
Pasal 32
Perbaikan
dan Pemulihan
(1)
|
Perbaikan
dan pemulihan akan dilakukan apabila ternyata penerima sanksi
dinyatakan tidak bersalah; atau telah menjalani sanksinya sesuai
keputusan DKGI.
|
(2)
|
Bagi pihak
penerima sanksi sebagaimana ayat 1 (satu) di atas akan segera
dikeluarkan perbaikan dan pemulihan yang disertai permintaan maaf
kepada penerima sanksi tersebut.
|
(3)
|
Surat
perbaikan dan pemulihan sebagaimana pada ayat 2 (dua) di atas
disampaikan kepada penerima sanksi, instansi tempat bekerja, serta
kepada masyarakat secara umum.
|
(4)
|
Penerbitan
surat keputusan perbaikan dan pemulihan dilakukan oleh Pengurus PGRI
dimana masalah tersebut ditangani dengan tembusan kepada pengurus PGRI
yang lebih tinggi dan yang dibawahnya termasuk pula kepada DKGI yang
bersangkutan.
|
Pasal 33
Administrasi
(1)
|
Setiap
surat pengaduan dan identitas pengadu diperlakukan sebagai surat
rahasia dan jika dianggap perlu untuk dirahasiakan.
|
(2)
|
Pemanggilan
terhadap pengadu, teradu, dan saksi harus dilakukan secara tertulis dan
paling banyak 3 kali pemanggilan.
|
(3)
|
Apabila
pemanggilan sebagaimana pada ayat 2 (dua) di atas ada yang tidak datang
dan tanpa alasan yang sah, maka penanganan masalah tersebut harus
dilanjutkan tanpa kehadirannya.
|
(4)
|
Dalam hal
minta keterangan terhadap pengadu, teradu, dan saksi oleh DKGI tidak
diawali dengan pengambilan sumpah, akan tetapi hanya dengan surat
pernyataan.
|
(5)
|
Surat
dimaksudkan secara tertulis yang dibuat dan ditandatangani di atas
materai yang cukup di depan DKGI yang berisi bahwa keterangan yang akan
diberikan adalah benar.
|
(6)
|
Apabila
pihak-pihak tersebut sebagaimana ayat 4 (empat) di atas tidak bersedia
atau menolak membuat atau menandatangani surat dimaksud, maka akan
menjadi catatan khusus sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
keputusan.
|
(7)
|
Semua
keterangan, barang bukti dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan
sidang-sidang DKGI harus dibukukan dan didokumentasikan secara lengkap
dan sempurna serta menjadi milik PGRI. Data-data tersebut sangat tidak
dibenarkan untuk diketahui oleh pihak ketiga atau pihak lain, kecuali
dinyatakan lain oleh ketentuan perundang-undangan dan diminta oleh
Negara.
|
BAB V
PENUTUP
Pasal 34
Penutup
Hal-hal
lain yang belum diatur dalam
ketentuan ini akan diatur tersendiri oleh DKGI.
(Sumber: www.pgri.or.id)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar