Selasa, 24 September 2013

PEMBINAAN DAN PEMASYARAKATAN (lanjutan)


Meningkatkan mutu pengabdian profesi guru dan dan tenaga kependidikan lainnya dalam mempercepat tercapainya tujuan pembangunan nasional, khususnya program pembangunan pendidikan 


Pasal 28
Kegiatan Persidangan
(1)
Tata cara persidangan DKGI di daerah harus sesuai dengan tata cara yang ditentukan DKGI pusat; (tata cara ini akan diminta penjelasan dari ketua LKBH PB PGRI).
(2)
Apabila teradu menginginkan bantuan dan memanfaatkan jasa dari LKBH PGRI maka LKBH PGRI tersebut harus memberitahukan kepada LKBH PGRI Propvinsi dan LKBH PGRI Pusat.
(3)
Apabila pengkajian telah selesai dilakukan maka sebelum diambil keputusan hendaknya LKBH PGRI diberikan kesempatan mengemukakan pendapatnya tentang kejadian yang sedang di kaji.
Pasal 29
Pengambilan Keputusan
(1)
Tata cara pengambilan keputusan dalam sidang-sidang DKGI Provinsi dan atau Kabupaten/Kota harus sesuai dengan yang ditentukan DKGI pusat; (ketentuan hal ini akan minta penjelasan dari ketua LKBH PB PGRI).
(2)
Keputusan yang diambil oleh DKGI dalam penanganan pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia harus menyatakan dengan jelas bersalah atau tidak bersalah bagi teradu.
(3)
Keputusan sebagaimana ayat dua di atas harus dibedakan antara kesalahan ringan, sedang, dan berat.
(4)
Penetapan kategori kesalahan hendaknya didasarkan kepada kriteria sebagai berikut :

a.
akibat yang ditimbulkan terhadap kehormatan profesi; keselamatan guru dan tenaga kependidikan lainnya;

b.
itikad yang ditunjukan cukup baik pihak teradu dalam membantu menyelesaikan persoalan dimaksud; serta dorongan yang mendasari tumbuhnya kejadian yang bisa dipertimbangkan;

c.
kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi tumbuhnya kejadian; serta pendapat dan pandangan LKBH PGRI;
(5)
Apabila kejadian yang dimaksud menyangkut pelanggaran hukum dan masalah tersebut sedang dalam proses hukum, maka hendaknya keputusan DKGI ditunda sampai dengan keputusan hukum tersebut.
(6)
DKGI harus mampu mencegah tumbuhnya proses hukum di pengadilan dengan upaya persidangan di DKGI tersebut.
Pasal 30
Pemberian Sanksi
(1)
DKGI merekomendasikan pemberian sanksi kepada badan pimpinan organisasi PGRI yang setingkat dengan DKGI dan diteruskan kepada PB PGRI untuk disampaikan kepada instansi pemerintah dan penyelenggara pendidikan yang terkait.
(2)
Dalam hal sanksi yang langsung berhubungan dengan keanggotaan pada PGRI, maka PB PGRI dapat mencabut keanggotaan guru atau tenaga kependidikan tersebut bila DKGI memutuskan demikian.
(3)
Sanksi yang diberikan akan tergantung kepada berat dan ringannya kesalahan yang dilakukan oleh pihak tertentu.
(4)
Sanksi yang diberikan bisa berupa : (1) teguran; (2) peringatan tertulis; (3) penundaan pemberian hak; (4) penurunan pangkat; dan (5) pemberhentian dengan hormat; atau (6) pemberhentian tidak dengan hormat.
(5)
Kalau keputusan oleh Instansi terkait berupa pemberhentian dengan hormat atau tidak hormat maksudnya adalah dalam waktu sementara melalui waktu yang telah ditentukan, dan pada masa ini diadakannya pembinaan dari pihak DKGI.
(6)
Apabila selama waktu pemberhentain sementara, tidak terjadi perbaikan-perbaikan, maka akan ditetapkan pemecatan dan pemberhentian dari anggota/pengurus PGRI, yang diikuti dengan penyampaian rekomendasi kepada Instansi Departemen Pendidikan Nasional untuk diadakan tindakan seperlunya.
(7)
Keputusan tentang pemecatan dan pemberhentian tetap dikirimkan kepada pengurus PGRI/DKGI PGRI Provinsi maupun PB PGRI.
Pasal 31
Banding
(1)
Apabila kedua belah pihak antara pengadu dan teradu merasa tidak puas atas keputusan yang telah ditetapkan DKGI, maka keduanya bisa menyatakan untuk mengajukan naik banding.
(2)
Naik banding sebagaimana ayat satu di atas merupakan tahap awal yang harus ditujukan kepada DKGI PGRI Provinsi, begitu pula selanjutnya bisa naik banding tahap yang kedua yang ditujukan ke tingkat DKGI Pusat.
(3)
Tata cara pengakajian dan pengambilan keputusan pada pelaksanaan sidang-sidang pada dasarnya sama antara DKGI PGRI Provinsi dan atau Kabupaten/kota dengan di pusat.
(4)
Keputusan yang diambil DKGI Pusat pada dasarnya merupakan keputusan final dan mengikat yang tidak bisa diganggu gugat, kecuali datangnya keputusan lain melalui Kongres PGRI.
Pasal 32
Perbaikan dan Pemulihan
(1)
Perbaikan dan pemulihan akan dilakukan apabila ternyata penerima sanksi dinyatakan tidak bersalah; atau telah menjalani sanksinya sesuai keputusan DKGI.
(2)
Bagi pihak penerima sanksi sebagaimana ayat 1 (satu) di atas akan segera dikeluarkan perbaikan dan pemulihan yang disertai permintaan maaf kepada penerima sanksi tersebut.
(3)
Surat perbaikan dan pemulihan sebagaimana pada ayat 2 (dua) di atas disampaikan kepada penerima sanksi, instansi tempat bekerja, serta kepada masyarakat secara umum.
(4)
Penerbitan surat keputusan perbaikan dan pemulihan dilakukan oleh Pengurus PGRI dimana masalah tersebut ditangani dengan tembusan kepada pengurus PGRI yang lebih tinggi dan yang dibawahnya termasuk pula kepada DKGI yang bersangkutan.
Pasal 33
Administrasi
(1)
Setiap surat pengaduan dan identitas pengadu diperlakukan sebagai surat rahasia dan jika dianggap perlu untuk dirahasiakan.
(2)
Pemanggilan terhadap pengadu, teradu, dan saksi harus dilakukan secara tertulis dan paling banyak 3 kali pemanggilan.
(3)
Apabila pemanggilan sebagaimana pada ayat 2 (dua) di atas ada yang tidak datang dan tanpa alasan yang sah, maka penanganan masalah tersebut harus dilanjutkan tanpa kehadirannya.
(4)
Dalam hal minta keterangan terhadap pengadu, teradu, dan saksi oleh DKGI tidak diawali dengan pengambilan sumpah, akan tetapi hanya dengan surat pernyataan.
(5)
Surat dimaksudkan secara tertulis yang dibuat dan ditandatangani di atas materai yang cukup di depan DKGI yang berisi bahwa keterangan yang akan diberikan adalah benar.
(6)
Apabila pihak-pihak tersebut sebagaimana ayat 4 (empat) di atas tidak bersedia atau menolak membuat atau menandatangani surat dimaksud, maka akan menjadi catatan khusus sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan keputusan.
(7)
Semua keterangan, barang bukti dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan sidang-sidang DKGI harus dibukukan dan didokumentasikan secara lengkap dan sempurna serta menjadi milik PGRI. Data-data tersebut sangat tidak dibenarkan untuk diketahui oleh pihak ketiga atau pihak lain, kecuali dinyatakan lain oleh ketentuan perundang-undangan dan diminta oleh Negara.
BAB V
PENUTUP
Pasal 34
Penutup
Hal-hal lain yang belum diatur dalam ketentuan ini akan diatur tersendiri oleh DKGI.
(Sumber: www.pgri.or.id)




Tidak ada komentar :

Posting Komentar